Fave Pict

Museum Cut Nyak Dhien
Museum Cut Nyak Dhien yang berbentuk rumah tradisional Aceh (rumoh Aceh), merupakan replica dari rumah srikandi Aceh, Cut Nyak Dhien. Awalnya  rumah ini adalah tempat tinggal Cut Nyak Dhien. Di era Perang Aceh, rumah ini sempat dibakar oleh tentara Belanda (1893) yang lalu dibangun kembali pada awal tahun 1980an dan dijadikan sebagai museum. Pondasi yang terletak pada bangunan ini masih asli.
Cut Nyak Dhien adalah seorang pahlawan wanita Aceh yang gagah berani. Ia lahir di Lampadang tahun 1848, dan menikah pada usia dua belas tahun. Pada tahun 1878 suami pertamanya, Ibrahim Lamnga meninggal karena tertembak dalam sebuah pertempuran melawan Belanda. 
Dua tahun kemudian, seorang pria bernama Teuku Umar datang ke pihak keluarga Cut Nyak Dhien untuk melamarnya. Secara pribadi, Cut Nyak Dhien bersedia menerima lamarannya asalkan Teuku Umar menerima permohonannya, yaitu apabila menikah dengannya agar ia diizinkan ikut bersama suaminya berperang melawan Belanda. Permohonan Cut Nyak Dhien diterima Teuku Umar dan pada tahun 1880 mereka pun menikah. Sebagai seorang istri, ia setia dan selalu mendukung perjuangan suaminya. Peristiwa kelam terjadi pada tahun 1899, Teuku Umar meninggal karena ditembak dengan peluru emas oleh tentara Belanda. Akhirnya, Cut Nyak Dhien mengambil alih kepemimpinan suaminya. Selama enam tahun ia berjuang bersama anaknya Cut Gambang, memimpin pasukan, menerapkan strategi perang gerilya dan hidup bersama pasukannya di dalam hutan. Akhirnya, di usianya yang senja dengan mata yang rabun ia ditangkap oleh tentara Belanda di hutan dan diasingkan ke Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pada tanggal 6 November 1908 ia meninggal dan dikebumikan di Gunung Puyuh, Kabupaten Sumedang.
     Hingga kini, status Rumoh Cut Nyak Dhien ini tetap menjadi sebuah museum untuk mengenang masa-masa perjuangan pahlawan wanita yang perkasa ini,  bagian interiornya tetap dirawat, bahkan kamar tidurnya masih memiliki ranjang khas sebagaimana orang aceh menggunakannya pada jaman perang dahulu, furniturenya yang khas memiliki banyak corak-corak ornament aceh masa lampau  yang menunjukkan bahwa warisan aceh masih ada dan terpelihara, walaupun hanya melalui museum tersebut. 













0 komentar:

Posting Komentar